Di masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, kedudukan DPR boleh dikatakan lemah. Praktis DPR hanya mengikuti kemauan eksekutif. Predikatnya adalah tukang bubuh cap stempel atas berbagai usulan Pemerintah. Dua partai politik dan satu golongan karya tidak sulit untuk dikendalikan.
Posisi politik DPR di bawah Pemerintahan Jokowi ternyata sama saja. Meski partai politik lebih dari tiga tetap saja terkooptasi oleh eksekutif melalui pola koalisi. Diawali sejak adanya koalisi partai politik untuk dukungan Capres. Setelah terpilih maka ketergantungan partai koalisi kepada Presiden menjadi sangat besar. Transaksi bergeser menjadi aneksasi.
RUU penting yang diajukan oleh Pemerintah tanpa ada perlawanan berarti cepat mendapat persetujuan DPR. Begitu juga dengan Perppu yang praktis tidak ada satupun ditolak, artinya Sidang Paripurna DPR menyetujui Perppu menjadi Undang-Undang.
Perppu Ormas sebagai dasar pembubaran HTI diketuk mudah DPR jadi UU, begitu pula Perppu kebiri, Perppu pimpinan KPK, Perppu informasi akses keuangan, dan Perppu dana pandemi. Yang terakhir ini dikoreksi oleh MK. Perppu tanpa “genting dan memaksa” distempel enteng oleh DPR.
Di tingkat RUU ajuan Pemerintah menjadi UU juga tanpa perdebatan alot apalagi sampai ada “walk out” di DPR padahal bagi publik RUU itu kontroversial. Sebagai contoh UU Minerba yang dinilai “perampokan” sumber daya alam dan UU Cipta Kerja yang berpihak kepada pengusaha. MK membatalkan dengan syarat. Ada pula RUU inisiatif DPR yang mudah diraba tak lain sebagai “titipan” kepentingan Pemerintah seperti RUU Revisi KPK. KPK yang dimandulkan oleh peran besar Dewan Pengawas bentukan Presiden.
Kini DPR siap siap untuk membubuhkan stempel pada RUU IKN yang lebih bernuansa kepentingan Pemerintah ketimbang aspirasi rakyat. Perpindahan Ibu kota Negara yang “dipaksakan” ini diprediksi akan disetujui DPR dengan penjaringan aspirasi basa basi.
DPR dikritik publik telah terkooptasi. Puan Maharani dari Fraksi PDIP memimpin Dewan bagai dirigen orkestra dalam menyanyikan lagu berjudul “setujuuu”.
Memang ada satu dua anggota DPR yang kritis, demikian juga Fraksi, hanya saja suara kritis itu tenggelam oleh suara keras dan gempitanya koalisi “setujuuu”. Belum lagi dengan dimatikannya mikrofon anggota Dewan yang melakukan interupsi.
Rasanya DPR saat ini sedang dimatikan.
Bandung, 21 Desember 2021
(hajinews)
Bagaimana Cara Melakukan Survey Pasar Secara Online Bagi Bisnis dan Perusahaan
23 Jul 2024 | 150
Dalam era digital, melakukan survey pasar menjadi lebih mudah dan efisien melalui platform online. Survey pasar merupakan langkah penting bagi bisnis dan perusahaan dalam memahami ...
Upaya PAFI dan Dinkes Bengkulu Selatan dalam Pengawasan Apotek dan Toko Obat
14 Agu 2024 | 521
PAFI Kabupaten Bengkulu Selatan berkomitmen untuk membangun ahli farmasi profesional yang dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Dilengkapi dengan website resminya ...
Ilmuwan Temukan Bukti Kisah Pemuda Tidur 309 Tahun di Gua yang Diterangkan Alquran
29 Maret 2022 | 1452
Al-quran dan sains kali ini membahas kisah para pemuda ashabul kahfi yang ditidurkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam gua selama ratusan tahun. Kisah yang diungkapkan dalam ...
4 Perenggut yang Dihadapi Manusia
26 Sep 2021 | 1153
Kitab Nashaihul ‘Ibad karya Syekh Nawawi al-Bantani berisi nasihat-nasihat yang menyadarkan umat Islam bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Karena itu, umat Islam harus bergegas ...
Hanya Sebatas Rindu Walau Tak Berujung Temu
6 Jul 2020 | 1980
Rindu, adalah satu kata yang membuat seseorang kebingungan, gelisah, sedih, tapi juga bahagia jika pada akhirnya berujung temu. Rindu adalah hal yang wajar yang dirasakan manusia disaat ...
Memanfaatkan Seasonal Trends untuk Promosi Affiliate di TikTok
25 Jul 2024 | 182
TikTok platform yang semakin populer bagi para pemasar afiliasi untuk mempromosikan produk dan layanan. Salah satu strategi yang semakin diminati adalah memanfaatkan seasonal trends untuk ...